WHAT'S NEW?
Loading...

Tasawuf dan Sufi Sebenarnya

Tasawuf dan Sufi Sebenarnya,

Bagi sebagian orang tasawuf adalah sebuah perilaku menjauhi dunia dan lebih mengutamakan akhirat. Sebagian yang lain memahami tasawuf sebagai sikap kesederhanaan. Ada pula yang memahami tasawuf sebagai upaya untuk menyucikan diri dari segala bentuk kemaksiatan, menjauhi manusia dan lebih mendekatkan diri kepada Allah. Ada pula kelompok yang anti tasawuf, merasa jijik dan alergi, lantas memunculkan stigma-stigma negatif.

Padahal, banyak ulama yang dikenal oleh Umat Islam sebagai intelektual di masanya ternyata akrab dengan ilmu tasawuf. Ambil contoh Imam Ibnul Qayyim yang pernah memberikan pengakuan tentang pentingnya kedudukan tasawuf dalam kehidupan seseorang, “Tasawuf adalah salah satu sudut perilaku hakiki. Tasawuf adalah tazkiyatun nafsi (penyucian jiwa) yang ditempuh sebagai persiapan untuk beralih ke haribaan Allah SWT dan membangkitkan rasa kebersamaan dengan Allah SWT yang dicintai.”

Pernyataan Ibnu Qayyim ini tertuang dalam sebuah karyanya berjudul Madarij al-Salikin. Itulah buah karya yang lahir setelah bersinggungan dengan seorang sufi terkemuka Syaikh Abdullah bin Muhammad al-Harawi yang dijuluki oleh Ibnu Qayyim sendiri sebagai Syaikhul Islam. Testimoni Ibnu Qayyim soal tasawuf tidak berlebihan sebab rekam jejak ajaran tasawuf bersumber dari al-Quran dan al-Hadits.

Prinsip akhlak yang menjadi seruan utama dalam tasawuf, seperti dikatakan oleh Ibnu Qayyim, merujuk kepada hadits-hadits selain tentunya dari al-Qur`an sendiri. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Kebersihan itu separuh iman, ucapan ‘al-Hamdulillah’ itu memenuhi timbangan amal, ‘Subhanallah wal hamdulillah’ itu memenuhi antara langit dan bumi, shalat itu cahaya, sedekah itu bukti, sabar itu lentera, dan al-Qur`an itu hujjah yang membela atau justru melawanmu.” (HR. Muslim).

Syaikh al-Kurdi dalam bukunya Tanwir al-Qulub memberikan penjelasan panjang lebar tentang defenisi tasawuf dan sufi. Kata beliau, “Ilmu tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui kondisi-kondisi jiwa, baik dan buruknya, dan bagaimana cara membersihkannya. Topik ilmu tasawuf adalah pekerjaan-pekerjaan hati dari sisi penyucian dan pembersihan. Manfaat ilmu tasawuf adalah membersihkan hati dan mengenal Yang Maha Mengetahui hal-hal ghaib. Hubungan ilmu tasawuf dengan ilmu-ilmu lain adalah sebagai asas dan syarat dari semua disiplin ilmu. Ilmu tasawuf bersumber dari al-Qur`an dan sunnah. hukum mempelajari ilmu tasawuf adalah wajib `ain.”

Sumber-sumber ajaran tasawuf dan sufi digali dari al-Quran dan al-Hadits. Dalam masalah kefakiran atau sikap sangat membutuhkan Allah, ilmu tasawuf bersandar pada firman Allah surat Fathir ayat 15, “Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah dan Allah dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.”

Demikian halnya dalam masalah ahwal (rasa takut, harapan dan sedih) juga berlandaskan pada al-Qur`an, “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezeki yang Kami berikan.” (Qs. As-Sajdah [32] : 16)

“Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. al-Ankabut [29] : 5).

“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad SAW.” (Qs. al-Maidah [5] : 83). Masih banyak ajaran-ajaran dalam tasawuf yang kehadirannya tidak absen dari rujukan al-Qur`an dan Hadits.

Sebagai langkah penyucian diri, tasawuf patut diketahui dan diamalkan oleh semua muslim di mana saja ia berada. Tasawuf bukan ajaran eksklusif, elitis dan tertutup. Tasawuf merupakan ajaran yang terbuka dengan perkembangan zaman, dapat diterapkan dalam segala kondisi. (Habib Ali Akbar bin Agil)

0 komentar:

Posting Komentar